
Forbes merilis The Emergent 25 Asia’s Latest Star Businesswomen 2018. Nama Nurhayati Subakat terpampang di sana. Dialah tokoh kunci kesuksesan Wardah hingga menjadi salah satu market leader make up di Indonesia dengan market share sebesar 30 %. Pabrik-nya, PT. Paragon Technology and Innovation (PTI), membentang seluas 20 hektar di Tangerang menaungi 10.000 karyawan.
Nur lahir di Padang Panjang (Sumatera Barat) pada 27 Juli 1950. Putri ke empat dari delapan bersaudara. Ia sempat mengenyam pendidikan pesantren Diniyah Putri Padang Panjang yang didirikan oleh Rahmah El Yunusiyah. Nur melanjutkan pendidikannya ke Jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Lulus sebagai apoteker dengan predikat cum laude pada 1976, Nur melamar ke ITB. Ia tertarik menjadi dosen di almamaternya. Tapi ditolak. Nur pulang ke Padang. Ia bekerja di Rumah Sakit Umum M Djamil Padang sebagai apoteker. Setelah menikah, Nur ikut suami. Tinggal di daerah perbatasan antara Jakarta Selatan dan Tangerang, tepatnya Ulujami. Tahun 1979, Ia merintis karier di perusahaan Wella Cosmetic sebagai staf Quality Control. Tiap hari pulang pergi dari tempat tinggalnya di Jakarta menuju pabrik di Bogor. Setelah punya anak ketiga, Nur kesulitan membagi waktu antara karier dan keluarga. Ia memilih resign pada 1985.
Nama Subakat di belakangnya berasal dari nama sang suami. Subakat Hadiruksemo, pria asal Solo. Kakak tingkat di ITB beda jurusan. Subakat Hadi menekuni kimia. Ia lulus pada 1972. Subakat melanjutkan kuliah chemical engineering di University of Tulsa (Amerika) pada 1977. Ia pernah berkarier di beberapa perusahaan hingga menjadi Managing Director di PT. Gunanusa Utama Fabricator (perusahaan konstruksi kilang minyak & gas). Profesinya dijalani hingga tahun 1995. Selanjutnya, ia memilih resign dan membesarkan perusahaan kosmetik yang telah dirintis oleh istrinya.
Berbekal pengalaman kerja di pabrik kosmetik, pada 28 Februari 1985, Nur membuat produk perawatan rambut. Karyawannya satu orang, yaitu pembantu rumah tangganya. Produksinya di rumah. Ekspedisinya menggunakan mobil pribadi. Merk yang pertama diluncurkan sebelum Putri adalah Ega. Meski berskala home industry, sejak awal Nur sudah mengurus perijinan. Nama perusahaannya, PT. Pusaka Tradisi Ibu.
Semua dikerjakan sendiri. Mulai dari produksi hingga pemasaran. Omsetnya kecil. Cuma 2 jutaan. Berikutnya, ia merekrut tenaga penjualan. Usahanya mulai bekembang. Dalam tempo setahun, semua salon di Tangerang sudah memakai produknya. Kunci suksesnya adalah membuat produk yang bagus dengan harga bersaing. Karyawannya bertambah menjadi 20 orang.
Pada 1990, musibah terjadi. Pabriknya seluas 1.500 m2 kebakaran. Padahal, perusahannya baru saja berhutang untuk membeli mobil box. Buku kas perusahaan ikut terbakar. Semua catatan piutang musnah. Sempat terpikir untuk berhenti berbisnis. Tapi, rasa iba kepada karyawannya yang akan kehilangan mata pencaharian membuat Nur bangkit lagi. Karena tak ada biaya, Ia mesti membayar gaji karyawan dengan uang belanja dari suaminya. Nur mulai membangun kembali perusahaannya setelah mendapat kucuran kredit Bank senilai Rp. 140 juta.
Pada 1995, atas saran tetangganya dari pesantren Hidayatullah, Nur meluncurkan produk kosmetik berlabel halal. Wardah, berasal dari bahasa Arab yang berarti bunga mawar. Penjualannya menggunakan sistem direct selling. Bekerjasama dengan pesantren. Wardah dijual melalui ibu-ibu pengajian dan juga sekolah-sekolah. Tapi masih belum terlalu laku. Omzetnya cuma Rp. 200.000 per bulan. Santri perempuan tak mau menggunakan kosmetik.
Permintaan Wardah melonjak drastis sejak 1999. Penjualan terbesarnya melalui Ahad-Net. Jaringan Multi Level Marketing (MLM) yang bernuansa Islami. Namun, tahun 2003, penjualan melalui MLM pun mulai menurun.
Tahun 2009, Wardah melakukan rebranding besar-besaran. Packaging dibuat lebih menarik. Wardah menemukan momentumnya. Hijab menjadi tren berbusana. Brand image Wardah sebagai kosmetik halal turut terangkat. Tahun 2011, PT. Pusaka Tradisi Ibu berganti nama menjadi PT. Paragon Technology & Innovation (PTI). Tahun 2013, Wardah dikenal oleh masyarakat luas.
Sepak terjang Wardah pernah dimuat di Harvard Business Review. Ia merupakan contoh brand kosmetik lokal yang mampu menumbangkan brand kosmetik global (misal : Maybelline, Revlon) di Indonesia. Perusahaan kecil dinilai lebih lincah dibanding perusahaan besar yang relative lamban. Wardah dengan cepat bisa merespon kebutuhan pasar akan produk kosmetik yang cocok dengan jenis kulit orang Indonesia serta keinginan konsumen muslim (pangsa pasar terbesar di Indonesia) untuk memperoleh produk halal.
Pasar kosmetika di Indonesia masih terbuka lebar. Terbukti dengan pertumbuhan PTI per tahun yang mencapai 30 hingga 100 %. Kontribusi terbesar penjualannya, sekitar 50 %, dari pulau Jawa. Salah satu resepnya adalah terus berinovasi. Tiap tahun, PTI meluncurkan setidaknya 100 produk baru. Selain itu, PTI mempekerjakan 4.000 beauty advisor yang terlatih dalam hal make up dan bisa membantu konsumen untuk tampil lebih cantik. Kalau Prof. Philip Kotler mencetuskan konsep marketing mix (bauran pemasaran) melalui 4P (product, price, place & promotion), maka Nur menambahkan 1P lagi, yaitu : pertolongan Allah.
Nurhayati berencana menjadikan Wardah masuk 10 besar merk kosmetik dunia. Pasar luar negeri yang disasar adalah negara berpenduduk muslim seperti Malaysia, Turki dan Timur Tengah. Target penjualannya pada 2020 sebesar Rp. 10 triliun.
“Saya ini hanya menanam akarnya. Anak-anak kami yang membesarkannya”, ujar Nur. Kini, ketiga anaknya terjun langsung mengelola perusahaan keluarga. Salman, anak pertama lulusan kimia ITB, bergabung di bagian marketing pada 2004. Harman, lulusan elektro ITB, mengurusi bagian operasional. Sari, dokter spesialis kulit jebolan UI, menangani Research & Development.
Nur ingin perusahaannya bisa memberi manfaat untuk orang banyak. Selain hadiah umroh untuk karyawan serta beasiswa anak karyawan, Nur juga melebarkan manfaatnya ke masyarakat luas. Pernah diberitakan bahwa Nur menyumbang Rp. 1 miliar untuk kegiatan dakwah Daarut Tauhid pimpinan Aa Gym serta membangung mesjid senilai Rp. 10 miliar di kawasan wisata Danau Cimpago (Padang).
Tulis di sini