
Sejak pertengahan tahun 1950-an, minyak bumi telah menjadi sumber energi utama di dunia. Sayangnya, minyak bumi bukanlah bahan bakar ramah lingkungan. Terbentuknya minyak bumi dari alam membutuhkan waktu yang sangat lama. Saat ini, cadangan minyak bumi diperkirakan sebesar 595 km3 (3,74 triliun barrel). Dengan laju konsumsi minyak bumi saat ini sebesar 4.9 km3 per tahun, maka diperkirangan cadangan tersebut akan habis dalam 121 tahun ke depan jika tidak ditemukan sumber minyak bumi yang baru.
Sejak bertahun-tahun lalu, ilmuwan terus berusaha mencari cara untuk bebas dari ketergantungan terhadap minyak bumi. Salah satu hasilnya adalah penemuan bioethanol sebagai pengganti bahan bakar minyak. Bioethanol terbuat dari singkong, tebu dan jagung yang bisa diproduksi dalam hitungan bulan saja. Biothanol merupakan bahan bakar ramah lingkungan. Tetapi, muncul lagi masalah baru. Biaya produksi bioethanol lebih mahal daripada bahan bakar dari minyak bumi. Selain itu, singkong, tebu dan jagung merupakan tanaman pangan. Permintaan yang tinggi terhadap tanaman tersebut akan berpengaruh langsung pada harga pangan. Dampak lainnya, penanaman besar-besaran tanaman tersebut dikhawatirkan dapat merusak lingkungan.
Kini, mata dunia sedang berbinar-binar melihat temuan baru ilmuwan mikrobiologi dari Indiana University, Bloomington. Mereka berhasil membuat bioethanol dari rumput Mischantus giganteus. Tanaman ini bukan tanaman pangan. Miscanthus dapat dipanen pertama kali saat berumur empat bulan dan tiap dua bulan untuk masa panen berikutnya. Usia produktif tanaman ini mencapai 6-8 tahun. Mischantus bisa ditanam pada lahan kritis dan tidak memerlukan banyak pupuk maupun pestisida.
Untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, Mischantus dihancurkan, lalu difermentasi dengan bantuan mikroba Zymomonas mobilis untuk memecah selulosa dan hemi selulosa menjadi gula sederhana (ethanol). Mikroba ini membutuhkan Nitrogen, baik dari udara maupun dari sumber lain (pupuk).
Saat ini, penelitian difokuskan untuk menjajaki aplikasi hasil penemuan ini ke dalam skala yang lebih besar. Kita tunggu saja, apakah nanti bahan bakar dari rumput ini bisa menggantikan minyak bumi atau tidak.
Tulis di sini